Kamis, 25 Juli 2013

KISAH DARI SEBUAH MATA IMAJINASI 2



Aku berjalan pada tempatku yang seharusnya. Sebuah trotoar di dekat sebuah jalan utama. Trotoar ini cukup terawat. Bahkan tidak membiarkan rumput untuk menyela setiap selanya. Tapi mungkin jauh di dalamnya, trotoar ini masih mempersilakan beberapa mahkluk untuk hidup berbarengan dengannya. Beberapa keluarga cacing, bahkan koloni semut hidup nyaman tanpa terusik. Trotoar melindungi mereka dari si pembuatnya karena mereka yakin para pembuat tidak mungkin mengijinkan makhluk lain untuk bersandar pada apa yang telah diklaim menjadi buatannya. Sebuah ketulusan dari benda yang tak berperasaan. 

Trotoar ini tidak selalu untuk berjalan. Kebanyakan dipergunakan untuk tempat berdiam. Banyak manusia disini membangun usaha mereka. Dari tempat peletakkan kendaraan, sebuah kios yang berukuran kecil, sampai tempat santap yang muat untuk lebih dari 50 orang. Sebuah alih fungsi sarana yang menjadi dilema. Para manusia saling berargumen tentang hal tersebut. Ada yang memojokkan, bertahan, dan tidak sedikit yang menyalahkan nasib. “Tuhan sudah mentakdirkan kami untuk mendapatkan rejeki dengan cara dan di tempat seperti ini. Apakah kalian akan melawan kehendak dan Takdir Tuhan?” begitu kata mereka, para pengalih fungsi. Mereka selalu membawa-bawa nama Tuhan dimana mereka bertindak seolah-olah mereka adalah Tuhan. Mereka mengatakan takdir mereka untuk mendapat rejeki di tempat yang sama mereka tidak memberikan kesempatan rumput untuk hanya sekedar hidup.

Share