“limo perkoro kanggo joko merdeko
yaiku : garwo, wismo, turonggo, curigo lan kukilo” (lima hal untuk
lelaki sejati adalah : rumah, istri, kuda, senjata dan burung “
Begitu pepatah kuno jawa
mengatakan. Saya hanya menulis ulang di sebuah media social dan ternyata banyak
yang menyalah-artikan.
“jadi lelaki sejati harus punya
burung dong?”
Ya iyalah bro, dimana-mana lelaki
sejati itu udah dapet ‘burung’ dari sononya, tapi kan ga harus memelihara
burung. Disini burung mengisyaratkan hobi, minat, passion dll. Kenapa burung? Jaman
dulu burung adalah hewan peliharaan yang sangat digemari. Dari kalangan rakyat
biasa sampai raja dan anak-anaknya pun gemar memelihara burung (unggas). Memelihara burung dianggap memiliki prestige
tersendiri karena diperlukan ketelatenan dan kesabaran yang besar. Mencarikan kroto
(telur semut) sebagai makanan burung misalnya. Jaman dulu belum ada yang jualan
kroto di pinggir jalan seperti sekarang. Pemilik harus mencari sendiri di
pohon-pohon yang ada sarang semutnya, berjuang melawan ribuan semut yang
menjaga telur-telur mereka. Belum juga harus membersihkan kandang dan membuang
kotoran burung yang tertinggal dibawahnya, memandikan, menjemur setiap pagi,
melatih agar burung mau berkicau. Tapi setelah burung itu jadi alias sudah jago
berkicau, ada kepuasan tersendiri dari si pemilik. Apalagi jika burung tersebut
bisa menjuarai kontes.